P3WNI: TKI Tanpa Kewarganegaraan di Malaysia Lebih Penting Diurus Ketimbang WNI Eks ISIS
Senin, 10 Februari 2020 | 06:28 WIB

Lihat Foto
Penulis: Kontributor Pangkalpinang, Heru Dahnur
|Editor: Aprillia Ika
PANGKAL PINANG, KOMPAS.com - Wacana pemulangan WNI eks ISIS yang kini tanpa kewarganegaraan menuai kritik dari Pusat Penyelesaian Permasalahan WNI (P3WNI) di Malaysia.
P3WNI menilai pemulangan tenaga kerja Indonesia ( TKI) tanpa kewarganegaraan (Stateless) di Malaysia lebih penting ketimbang eks ISIS yang terpapar paham radikal.
"Harusnya pemerintah turun lapangan, sapa TKI yang ada di pelosok kebun Malaysia. Ini yang lebih penting ketimbang bahas isu ISIS," kata Sekretaris P3WNI, Zainul Arifin dalam pesan tertulis pada Kompas.com, Minggu (9/2/2020).
Dia menuturkan, selama ini TKI tanpa kewarganegaraan tidak bisa kembali karena tidak memiliki dokumen lengkap.
Baca juga: Kisah Keturunan WNI Tanpa Kewarganegaraan di Malaysia: Tak Boleh Sekolah, Takut Ditangkap Polisi
TKI umumnya bekerja di perkebunan Malaysia
Umumnya TKI tersebut bekerja di sektor perkebunan di berbagai wilayah di Malaysia.
"Sudah dari dulu permasalahannya. Tapi tidak pernah selesai. Entah sampai kapan pemerintah serius," ujar Zainul.
P3WNI: TKI Tanpa Kewarganegaraan di Malaysia Lebih Penting Diurus Ketimbang WNI Eks ISIS
Senin, 10 Februari 2020 | 06:28 WIB

Lihat Foto
Penulis: Kontributor Pangkalpinang, Heru Dahnur
|Editor: Aprillia Ika
Ada pun TKI yang hidup tanpa kewarganegaraan banyak yang menikah dengan warga Malaysia.
Sebagian punya anak namun nama mereka tidak tercantum sebagai orang tua karena tidak adanya dokumen.
Dari data Kemendagri, lebih dari 40.000 pekerja asal Indonesia yang kini hidup di Malaysia tanpa status kewarganegaraan yang jelas.
Baca juga: Kisah Keturunan WNI Tanpa Kewarganegaraan di Malaysia (2): Dipukul Bapak, Akta Anak Tanpa Namanya
TKI tanpa kewarganegaraan
TKI tersebut berangkat tanpa dokumen sehingga tidak bisa dilacak asal usulnya untuk pengurusan dokumen yang baru.
Menurut Zainul, jika kondisi tersebut dibiarkan, maka akan menurunkan harga diri bangsa serta permasalahan sosial yang dapat merugikan di kemudian hari.
"Dari penelitian yang kami lakukan terhadap responden, 85 persen terkendala perizinan dokumen dan pulang kampung," katanya.
"10 persen soal gaji dan 5 persen permasalahan pidana khusus (penjualan orang)," ungkap Zainul.
0 komentar:
Posting Komentar